CULTURE
SHOCK DI LINGKUNGAN MAHASISWA DAN MASYARAKAT UMUM
A.
Pengertian Culture Shock
Culture
shock atau dalam bahasa Indonesia disebut “gegar budaya”, adalah
istilah psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang
menghadapi kondisi lingkungan sosial budaya yang berbeda. Istilah culture
shock pertama kali dikenalkan oleh Kelvero Oberg pada tahun 1955. Pada
awalnya definisi culture shock menekankan pada komunikasi.
Oberg mendefinisikan culture shock sebagai kecemasan yang
timbul akibat hilangnya sign dan simbol hubungan sosial yang
familiar.
Orang-orang yang telah mengembangkan budaya adalah
orang-orang yang telah hidup bersama dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Keseluruhan cara hidup tersebut termasuk nilai-nilai, kepercayaan, standar
estetika, ekspresi lingusitik, pola berpikir, norma perilaku, dan gaya
komunikasi. Di sisi lain, semuanya adalah cara yang dapat menjamin kelangsungan
hidup masyarakat dalam lingkungan fisik dan lingkungan manusia tertentu.
Akibatnya, orang-orang yang terbiasa dengan budaya mereka sendiri, namun
orang-orang akan butuh waktu untuk terbiasa dengan budaya yang baru atau budaya
lain.
Memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang asing di budaya
tersebut saat individu dihadapkan dengan situasi ketika kebiasaan-kebiasaannya
diragukan. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan stress. Keterkejutan
dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas cultural individu
dan mengakibatkan kecemasan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu
dan mengakibatkan kecemasan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu
mengalami gangguan mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu.
Reaksi terhadap situasi tersebut oleh Oberg disebut dengan istilah culture
shock.
B.
Culture Shock di Lingkungan Mahasiswa
Kadang memang kita nggak bisa
memilih di mana kita bisa tinggal. Kadang keadaan membuat semua itu nggak bisa
didapat dengan mudah. Ada keadaan di mana seseorang terpaksa harus pindah ke
suatu tempat, mau atau tidak mau. Misalnya saja karena alasan pendidikan,
seseorang jadi harus pindah tempat tinggal. Melakukannya tentu akan membuat seseorang
menghadapi culture shock. Seperti kata banyak orang, istilah tersebut digunakan
untuk menjelaskan sebuah keadaan di mana
kita shock karena budaya dan lingkungan yang baru. Saya pun mengalami hal
tersebut, karena saya termasuk anak rantau.
Adaptasi sangat ditekankan bagi
siapa pun yang ingin menetap di luar tempat tinggalnya. Maka muncul suatu
permasalahan yang menimpa individu yang memutuskan untuk tinggal di luar
daerahnya, yaitu fenomena culture shock. Banyak mahasiswa yang kuliah di luar daerah mereka(seperti saya) harus mampu
menyesuaikan diri dengan budaya setempat, sehingga dapat menjalani proses
perkuliahan dengan maksimal.
Culture shock yang dialami
mahasiswa baru ataupun mahasiswa rantau :
1.
Bingung nama-nama gedung
yang ada di kampus.
2.
Kurang percaya diri.
3.
Makanan atau minuman di sekitar kampus tidak sesuai
dengan lidah(saya mengalami hal ini dimana teh yang saya minum di sini dengan
teh yang saya minum di rumah rasanya berbeda, rasa teh di sini menurut saya
agak aneh).
4.
Khawatir tidak bisa
mengikuti pelajaran yang diberikan oleh
dosen.
5.
Khawatir jika nantinya tidak ada temen ngobrol.
6.
Penggunaan bahasa yang berbeda
dari tempat asal.
C. Culture Shock di Lingkungan Masyarakat Umum
Dalam fenomena memasuki budaya
yang baru terdapat beberapa tahap yang umumnya dilalui individu sehubungan
dengan culture shock, antara lain :
1)
Tahap Honeymoon/Euphoria/Fun
Tahap pertama saat seseorang datang ke tempat yang
baru, biasanya berlangsung sekitar beberapa hari sampai beberapa bulan. Pada
masa ini, seseorang masih terpesona dengan segala sesuatu yang baru. Hal ini
ditandai dengan perasaan bersemangat, antusias terhadap budaya baru dan
orang-orangnya. Perbedaan budaya masih
dianggap sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Namun, apabila
seseorang tinggal lebih lama, bisa jadi keadaan akan diikuti dengan menurunnya
suasana hati.
2)
Tahap Krisis:Agresif/Regresi/Flight
Pada tahap ini, seseorang seringkali dihadapkan
dengan berbagai macam perbedaan budaya yang dapat memicu persoalan yang belum
pernah dihadapi sebelumnya. Persoalan ini dapat menimbulkan perasaan agresif,
marah pada budaya baru karena dianggap aneh dan tidak masuk akal. Pada tahap
ini pula bisa muncul keinginan regresi,
keinginan untuk pulang ke rumah, rindu dengan kondisi-kondisi yang ada di
tempat asal serta mendapat perlindungan dari orang-orang terdekat(saya pun
merasakan hal ini).
3)
Tahap Proses Adjusment
Tahap ini terjadi apabila seseorang mulai bersedia
untuk belajar budaya baru. Pada tahap ini, seseorang mulai memahami berbagai
perbedaan norma dan nilai-nilai antar budaya aslinya dengan budaya baru yang
saat ini dimasukinya. Dan mulai menemukan makanan yang lebih cocok dengan lidah
dan perutnya serta mulai menemukan arah
untuk perilakunya dan bisa memandang peristiwa-peristiwa di tempat baru dengan
rasa humor. Hal ini akan diikuti oleh integrasi dari budaya baru dan mulai
menguasai bahasa setempat, semakin mampu menegoisasikan kebutuhan. Dan akhirnya
mencapai tahap kemandirian, dimana seseorang mampu menciptakan makna dari
berbagai situasi dan perbedaan yang pada akhirnya bisa dinikmati dan diterima.
4)
Tahap Fit/Integration
Tahap yang terjadi apabila seseorang mulai
menyadari bahwa budaya barunya punya hal yang baik maupun hal yang buruk,
dimana ia harus menyikapinya dengan
tepat. Pada tahap ini akan terjadi proses integrasi dari hal-hal baru yang telah dipelajari dari budaya yang baru dengan
hal-hal lama yang seseorang itu miliki.
5)
Tahap Re-Entry
Shock
Tahap terakhir yang dapat muncul pada saat
seseorang kembali ke tempat asalnya. Ia mungkin menemukan bahwa cara pandangnya
terhadap banyak hal tidak lagi sama
seperti dulu. Pada tahap ini membutuhkan penyesuaian kembali terhadap budaya
lamanya sebagaimana ia dulu memasuki
budaya yang baru.
Masing-masing tahap bukan
berarti selalu dijalani secara berurut ke jenjang berikutnya. Hal yang mungkin
terjadi bahwa seseorang yang telah memasuki jenjang berikutnya masih kembali
mengalami jenjang sebelumnyaketika dihadapkan pada persoalan baru dalam
penyesuaian dirinya.
Setiap
individu menunjukan gejala-gejala yang berbeda saat mengalami culture shock. Gejala-gejala culture shock antara lain:
a) Perasaan sedih, kesepian, melankolis, merasa
frustasi, kemarahan, kecemasan, disorientasi.
b) Menjadi lebih khawatir tentang kesehatan.
c) Sakit di beberapa area tubuh, muncul berbagai
alergi, serta gangguan-gangguan kesehatan lainnya.
d) Adanya perubahan tempramen, rasa depresi,
merasa lemah dan tidak berdaya.
e) Perasaan marah, mudah tersinggung,
penyesalan, tidak bersedia untuk berinteraksi dengan orang lain.
f) Selalu menbanding-bandingkan budaya asalnya,
mengidolakan budaya asal secara berlebihan.
g) Kehilangan identitas, mempertanyakan kembali
identitas yang selama ini diyakini.
h) Mencoba terlalu keras untuk menyerap segala
sesuatu yang ada di lingkungan baru yang justru dapat menimbulkan rasa
kewalahan.
i)
Tidak
mampu memecahkan masalah sederhana.
j)
Kehilangan
kepercayaan diri.
k) Rindu rumah, kampung halaman, keluarga, teman
dekat, dan lingkungan sekitar rumah.
Dari sekian banyak gejala-gejala culture
shock di atas ada beberapa gejala yang saya alami, diantaranya menjadi
lebih khawatir tentang kesehatan, kehilangan kepercayaan diri, rindu rumah,
kampung halaman, keluarga, teman dekat, dan lingkungan sekitar rumah.
D.
Cara
Mengatasi Culture Shock
1.
Kenali tempat baru, maka rasa sayang akan
tumbuh dengan sendirinya
Tak kenal
maka tak sayang, istilah ini mungkin sangat cocok apabila diterapkan pada
lingkungan yang baru kita tempati. Berusahalah untuk mencari tahu hal-hal apa
saja yang berbeda di tempat baru. Dari hal-hal yang paling mendasar, misalnya
perkataan kasar dan halus. Apabila memungkinkan, travelling sebentar di tempat baru sebelum menetap lama di sana
sehingga kita tidak kaget dengan lingkungan tersebut.
2.
Berbicara atau curhat
Jika
sudah merasa tidak nyaman dengan hal yang ada di sekitar lingkungan baru, maka
ceritakanlah dengan teman sekamar atau jika belum mengenal siapapun di
lingkungan baru maka kita bisa menceritakannya kepada teman lama. Ceritakan juga
kepada orang tua. Dengan cerita kepada orang lain maka akan meringankan beban
yang kita alami.
3.
Membawa makanan rumah
Apabila
kita mempunyai lidah yang tidak terbiasa dengan makanan baru, mungkin dengan
membawa makanan yang tidak mudah cepat basi menjadi pilihan yang tepat. Hal itu
setidaknya bisa mengobati rasa kangen dengan makanan rumah.
4.
Dorong dirimu
Dorong
dirimu untuk terbiasa dengan lingkungan barumu. Selain itu, cobalah berteman
dengan teman lokal yang membuatmu nyaman. Mungkin dia dapat membantu untuk
merasa lebih nyaman dan bisa menjadi tour
guide untuk lebih mengenal tempat barumu.
Komentar
Posting Komentar